TA'AWWUDZ
Segala puji bagi Allah
Yang telah menampakkan hak-hak-Nya yang dzatiyyah, yang sempurna sebagai
rujukan para cendikiaan dan semua alam. Ia telah mengeluarkan macam-macam huruf
dan kata-kata serta kalimat yang dzatiyyah. Ia telah menurunkan al-Qur’an
berbahasa Arabyang tidak menyimpang dari keutuhan dan kesucian (tanzih). Dia
telah menjadikannya sebagai mu’jizat terakhir yang berlaku bagi setiap zaman,
serta menyinari argument dan hujjah.
Shalawat dan salaam
semoga dilimpahkan kepada pembuka pintu ilmu, pandangan dan keyakinan, penghulu
kita Nabi Muhammad shallahu alaihi wasalaam sebagai juru damai antara air dan
tanah. Demikian juga untuk keluarga dan para shahabatnya yang mulia budi
pekertinya dengan akhlak al-Qur’an, serta bagi orang yang mengikuti mereka
dalam kebaikkan sampai akhir zaman.
Penulis memohon kepada
Allah Ta’ala, kiranya Dia berkenan menjadikan usaha penyusunan kitab ini sebagai
amal saleh dan jejak yang ikhlas, yang berdapak baik sampai akhir usia. Penulis
menyadari apabila Dia menghendaki sesuatu kebaikan kepada seorang hamba, orang
itu akan beramal baik di tengah manusia sebagaimana kedudukan mata dari kepala.
Dialah al-fayyadl.
Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.
A’udzu billahi minasy-syaithanir-rajim (aku berlindung kepada Allah dari
godaan setan yang terkutuk). Ta’awwudz dan isti’adzah dapat diumpamakan sebagai
ketukan pintu. Barangsiapa yang hendak menghadap raja, tentu dia tidak akan
masuk kecuali dengan perkenannya. Begitu juga barangsiapa yang hendak membaca
al-Qur’an, dia hendak munajat kepada kepada al-Habib. Dia memerlukan kebersihan
lisan, karena dia telah tercemari kekotoran karena berlebih-lebihan bicara dan
berbohong. Dia harus membersikannya dengan ta’awwudz.
Pakar ma’rifat berkata
bahwa kalimat ta’awwudz merupakan wasialh para pelaku taqarub; pelindung
orang-orang yang takut; kepasrahan orang-orang yang berdosa; dan benteng bagi
para pecinta. Firman Allah
فَإِذَا
قَرَأۡتَ ٱلۡقُرۡءَانَ فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ
Apabila kamu membaca Al Quran
hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.
(Q.S 16 an-Nahl : 98)
Isti’adzah merupakan
pendahuluan qira’at dan ucapan Kaum Muslimin dalam upaya berlindung kepada
Allah Subhanallahuwata’ala adalah isti’adzah,
basmalah dan Firman Allah: Iqra’
bismi rabbika.
A’udzu (aku
berlindung) bermakna altaji-u atau a’tazhimu atau astajiru atau astaghisu
yang diterjemahnya: “Aku memohon lindungan.”
‘Audz dan ‘Iyadz merupakan dua kata mashdar seperti laudz dan liyadz; shaum dan shiyam. Tujuannya adalah memohon keutamaan dari Allah Azza wa Jalla
untuk melindungi dirinya. Didalamnya mengandung optimism untuk dikabulkannya.
Dalamtafsir al-Kabir dikemukakan bahwa antara Rabb dan hamba-Nya ada
perjanjian. Firman Allah:
.... وَأَوۡفُواْ
بِعَهۡدِيٓ أُوفِ بِعَهۡدِكُمۡ ... ٠
…
penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu …
(Q.Sal-Baqarah : 40)
Seolah-olah hamba Allah
berkata: “ Dengan segala kekurangan kemanusian, aku tunaikan ibadahku dan
mengucapkan ubudiahku. ‘Audzu billah atau
Astaghfirullah. Engkaulah yaa Allah
Yang Maha Sempurna, Maha Mulia dan Maha Utama untuk memenuhi janji Ketuhanan
dan melindungi hamba-Mu.
Billahi, (kepada Allah)
“Ketahuilah bahwa kata isti’adzah
mengandung tiga unsur: Sifat, Prilaku, dan Dzat; sebagaimana disabdakan oleh
Nabi:
“Aku berlindung dengan keridlaan-Mu
dari murka-Mu dan dengan ampunan-Mu dari-Mu (adzab-Mu). (al-Hadist)
Dalam Tafsir al-Kabir disebutkan bahwa
keburukan itu dapat berbentuk aqidah yang menyesatkan dan dapat juga berbentuk
perbuatan. Kita memohon perlindungan dari perbuatan yang merusak agama, seperti
melanggar larangan agama, atau mungkin juga dari kemadlaratan prilaku
sehari-hari. Kita berlindung dari penyakit, dari rasa sakit, kebakaran,
tenggelam, kemiskinan, kebutaan, atau dari berbagai bencana lainnya. Maka
ucapan ta’awudz mencakup mohon perlindungan dari segala dari yang memerlukan
perlindungan. Apabila orang yang berakal beristi’adzah, hendaknya mencakup
ketiga jenis yang perlu dilindungi. Sekiranya ia tahu bahwa dirinya tak
berdaya, ia akan yakin bawha kemampuan makhluk tidak akan kuasa menolak yang
mengancam dirinya. Akalnya akan memohon perlindungan dari Yang Maha Kuasa dari
segala yang ditakuti dan dari malapetaka.
Minasy syaithani (dari setan), yakni yang dijauhkan dari rahmat
Allah Ta’ala.
Ibnu
Abbas r.a. mengemukakan bahwa makhluk Allah ketika durhaka, dilaknat lalu
menjadi setan. Dia dinamai setan setelah Allah melaknatnya, sedang sebelumnya,
bernama Azazil atau Na’il. Sesuatu yang ingin dihindari dari diri kita tidak
terbatas pada kejelekan dan kemadlaratannya, seperti godaan, celaan, sentuhan,
bisikan, dan sebagainya, akan tetapi dari keburukan pada umumnya.
Dalam
Kitab Raudlatul Akhbar dikatakan
bahwa setan terdiri atas laki-laki dan perempuan. Mereka beranak- pinak dan
tidak pernah ada yang mati, kekal hidupnya. Jin juga terdiri atas laki-laki dan
perempuan, beranak-pinak, tetapi ada yang mati (seperti manusia). Sedangkan
malaikat, bukan laki-laki dan bukan wanita (bukan pula waria). Mereka tidak
beranak-pinak, tidak makan dan tidak minum.
Ar-rajim
(yang terkutuk), yakni yang dilempar dari langit karena dilaknat dan tercela.
Dalam al-Qur’an, disebutkan nama-nama dan sifat-sifat tercela, lalu dihimpun dengan nama ar-rajim
(yang terkutuk), sebagai penghimpun untuk semua hukuman. Dikatakan bahwa wujud
dari hakikat isti’adzah tidak mungkin hanya dengan perkataan, tetapi mesti
dengan hadirnya kalbu selaras dengan perkataan, keadaan dan kelakuan. Jika kita
mengucapkan A’udzu billah namun kelakuan serta keadaan membaca A’udzu
bisy-syaithan, berarti kita berserikat dengan setan dalam berbuat ma’siat.
Sedang orang yang ma’rifat hanya kepada Allah, akan menyebabkan setan lari
terbirit-birit.
Dihikayatkan
bahwa Abu Sa’id al-Kharraz melihat iblis dalam mimpinya. Abu Sa’id ingin
memukulnya dengan tongkat. Iblis berkata “Hai Abu Sa’id, aku tidak takut pada
tongkat, tetapi aku hanya takut pada sinar matahari ma’rifat yang terbit dari
kalbu yang arif.
Dalam
tafsir al-Kabir dikemukakan bahwa pernyataan a’udzu billah, mengandung makna kembali dari makhluk kepada Khaliq
dan dari pemenuhan kepentingan diri sendiri oleh diri sendiri kepada Yang Maha
sempurna kekayaan-Nya dengan benar, dalam upaya meraih segala kebaikan dan
menolak segala bencana. Firmah Allah Ta’ala :
فَفِرُّوٓاْ
إِلَى ٱللَّهِۖ ...........
Maka segeralah kembali kepada
(menaati) Allah ….
(Q.S. 51 adz-Dzariyat : 50).
Di
dalam ayat ini terdapat petunjuk bahwa tidak ada jalan untuk taqarrub ke
Hadirat Rabb, kecuali dengan menyatakan diri sebagai yang lemah. Pernyataan
ketidak berdayaan itulah puncak kedudukan orang yang taqarrub. Imam al-Hasan
berkata : “ Barang siapa yang beristi’adzah kepada Allah secara hakiki dengan
menghadirkan seluruh kalbunya, Allah akan memasang hijab antara orang itu
dengan setan sejarak tiga ratus hijab. Setiap hijab seperti jarak antara langit
dan bumi.
Ibnu
Abbas r.a. mengemukakan bahwa ketika Nabi saw. Suatu hari keluar dari masjid,
tiba-tiba bertemu dengan iblis. Nabi saw menegurnya :
“Apa yang menyebabakanmu dating ke
pintu masjidku?”
Iblis
menjawab : “ Wahai Muhammad, aku disuruh
datang oleh Allah.”
Sabda
Nabi saw : “ Untuk apa ?”
Jawab
Iblis : “Supaya engkau meminta penjelasan
kepadaku tentang yang kau ingin ketahui.” Ternyata yang pertama kali beliau
tanyakan adalah mengenai shalat.
Sabdanya
kepadanya : “Hai yang terlaknat, mengapa
engkau mencegah umatku dari shalat berjama’ah ?”
Jawab
iblis : “Wahai Muhammad, apabila umatmu
keluar menuju shalat, menyebabkan aku demam panas yang tidak akan lenyap
sebelum umatmu bubar.”
Sabdanya
:”Mengapa kau mencegah umatku dari
menuntut ilmu dan berdo’a ?”
Jawab
Iblis : “ Ketika mereka berdo’a, menyebabkan
aku tuli dan buta yang tidak sembuh, kecuali apabila mereka telah bubar.”
Sabdanya
: “Mengapa kau cegah umatku dari membaca
al-Qur’an ?”
Jawabnya
: “ Ketika mereka membacanya, aku meleleh
seperti timah”
Sabdanya
: “Mengapa kau cegah umatku dari berjihad
?”
Jawabnya
: “ Apabila mereka berangkat jihad,
menyebabkan kakiku terikat hingga mereka kembali. Dan apabila mereka keluar
untuk berhaji, aku menjadi terbelenggu dan terantai hingga mereka kembali.
Apabila mereka hendak bersedekah, menyebabkan gergaji berasda di kepalaku yang
menggergajiku seperti pada kayu.”
Setan
menguasai tabiat manusia dalam makan-minum. Apabila manusia meninggalkan
makan-minum berlebihan berarti dia telah berijtihad, menguasai sebagian syahwat
perut dan syahwat kelamin. Dengan demikian setan tidak mungkin dapat masuk.
Untuk meluluhkan dan mengendalikan nafsu, dapat dilakukan dengan shalat yang
lima waktu. Difardlukannya shalat, berimplikasi pada terkendalinya nafsu,
karean di dalam shalat ada tiga unsur yang dapat merendahkan tiga lapisan :
mempererat tangan dengan kedua tangan malaikat agung, dengan ruku, dan dengan
sujud. Nafsu akan terkendali apabila kita khudlu, khusyu dan tadzaallul
(merendah).
Wahab
bin Munabbih berkata : “Ketika Nabi Nuh keluar dari kapal, Iblis la’natullah
dating dan Nuh menegurnya : “Hai musuh Allah. Apa akhlak bani Adam yang dapat
menolongmu dan menolong pasukanmu untuk menyesatkan dan membinasakan manusia ?”
Iblis menjawab : “ apabila kami mendapat sifat bakhil, tamak, dengki, sombong
dan tergeda-gesa, pada manusia, akan kami sambar. Jika berkumpul didalamnya
semua karakter ini, kami namai dia setan yang gigih, karena semu karakter
tersebut ada pada pemimpin setan.”
Dalam
sebuah khabar disebutkan bahwa iblis la’natullah mengangkat dunia setiap hari dalam
kedua tangannya lalu berkata : “ Siapa yang akan membeli sesuatu yang akan
memadlaratkan, yang tidak akan memberi manfaat, yang akan menggelisahkan dan
yang tidak akan menggembirakan ?” Pakar dunia menjawab : “ Kami !” kata iblis :
“Kalian jangan terburu-buru, karena barang itu tercela !” mereka berkata :
“Tidak mengapa !” kata si iblis : “Imbalannnya bukan dengan dirham dan dinar, tetapi dengan bagian kalian dari
surge. Aku telah membelinya dengan empat perkara : dengan laknat Allah, murka
Allah, adzab Allah dan tanah pinjaman-Nya. Dan aku telah menjual surge
dengannya.” Mereka berkata :” Boleh juga untuk kami.” Kata iblis : “aku ingin
memberi kalian dengan laba kepadaku dengan cara menjadikan kalbu kalian jangan
memanggil-Nya selamanya.” Mereka berkata : “ Ya.” Lalu mereka mengambilnya.
Setan berkata : “ Betapa jeleknya perdagangan itu !.”
Ketika
Nabi saw. Ditanya tentang bisikan setan, beliau menjawab :
“Pencuri tidak akan masuk kerumah
yang tidak ada apa-apanya. Itulah kemurnian iman.” (al-Hadist).
Sayyidina
Ali bin Abi Thalib r.a. berkata : “Terdapat perbedaan antara shalat kita dengan
ibadah ahli kitab, yaitu tentang gangguan setan. Setan telah selesai bertugas
disaat menghadapi ahli kitab, sedang Kaum mu’minin selalu berselisih dengan
setan, memeranginya dan tidak henti-hentinya.
Dalam
suatu riwayat disebutkan bahwa seorang bani Khurasan mengaji di Irak sampai
menguasai 4000 Hadist. Ketika pamitan pulang, gurunya berkata : “Maukah engkau
aku beri kata-kata hikmah yang akan menambah pengokoh pendirianmu ?.” Santri
itu mengiakannya. Guru itu bertanya : “ Apakah di Khurasan ada iblis ?.” Santri
itu mengiakannya. Gurunya bertanya lagi :” Apakah setan mengganggu kalian ?.”
Santri itu menjawab : “Kami tolak.” Gurunya bertanya : “Sekiranya iblis mengganggu
keduakalinya ?.” Santri itu mengatakan akan menolaknya pula. Guru itu kemudia
berkata : “ Sekiranya iblis mengganggu kalian, dan memalingkan kalian dari taat
kepada Allah, janganlah kalian disibukkan oleh kegiatan melayani gangguan iblis
itu. Jadilah kalian sebagai orang yang menghadapi anjing gembala, dan mohonlah
perlindungan dari Allah swt. Bukankah iblis itu bagaikan anjing dari
anjing-anjing pengembala ? mudah-mudahan Allah swt, melindungi kita semua dari
tipu daya iblis.”
بِسۡمِ
ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ١
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang.
Bismillahir rahmanir Rahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi
Maha Penyayang). Menurut ulama Hanafiyah, basmallah merupakan satu ayat, namun
bukan merupakan bagian dari surat. Dia diturunkan untuk pemisah antara surat,
dan untuk tabarruk ketika memulai, seperti membacanya dalam setiap memenuhi
perkara yang baik. Basmallah merupakan kunci al-Qur’an yang pertama kali
dituliskan oleh kalam di lauh mahfuzh, dan yang pertama diturunkan kedapa Adam
a.s. Basmallah merupakan hikmah setelah isti’adzah yang mendahulukan
pengosongan diri dari yang asing untuk berpaling dari selain Allah.
Bismillahi (dengan nama Allah). Orang-orang kafir memulai dengan
nama-nama tuhan mereka. Mereka mengucapkan dengan nama lata, uzza. Seorang muwahhid (yang tauhid) wajib menekadkan maksud
karena Allah pada setiap memenuhi yang baik, dengan mendahulukan mengucapkan
sebelum berbuat sesuatu. Yakni : Bismillahi
aqra-u (dengan nama Allah aku membaca) atau Bismillahi atlu atau yang lainnya yang bertujuan tasmiyah dijadikan
pendahuluan.
Jika
kalian bertanya : “ Apa hikmah dan rahasia Allah Ta’ala menjadikan pembukaan
kitab-Nya dengan huruf ba’ dan Dia
mengunggulkannya atas huruf lainnya bahkan dari huruf alif yang secara alfabetik mendahuluinya.” Jawabannya :
“Sesungguhnya hikmah pada pembukaan Kitab Allah dengan huruf ba’ ada sepuluh :
Pertama, pada alif ada taraffu’,
takabur dan tathwakal dan pada ba’
ada inkisar, tawadlu’ dan tasaquth. Barangsiapa yang bertawadldlu’ karena
Allah, Allah akan mengangkatnya.
Kedua , huruf ba’ dapat disambungkan dengan kebanyakan huruf. Sedangkan huruf alif merupakan huruf tunggal, tidak
dapat disambungkan ke depannya.
Ketiga, ba’
dikasrahkan selamanya, bila dihubungkan dengan nama Allah swt.
Keempat, pad ba’ ada titik dibawah dan pakai kasrah yang hakekatnya mengandung
ketinggian derajat dan himmah yang menjadi sifat kaum shiddikin. Sedang pada alif, sebaliknya. Tingginya derajat ba’ karena diberi titik dibawah,
sedangkan pada alif, tidak ada.
Tingginya himmah, ditunjukkan oleh satu titik yang tidak perlu ditemani yang
lain.
Kelima, dalam ba’ ada kejujuran untuk taqarrub kepada al-Hak, karena ketika ditemukan titik, disimpannya dibawah telapak
kakinya. Dia tidak merasa sombong dengannya dan tidak berlawanan dengan huruf jim dan Ya’, yang titik keduanya pada tempat huruf, bukan diatasnya,
malahan ditengah-tengahnya.
Keenam, bahwa alif adalah huruf ‘illat yang berlainan dengan ba’.
Ketujuh, ba’
adalah huruf sempurna yang diikuti dengan yang berma’na.
Kedelapan, ba’
adalah huruf ‘amil dan mutasharrif dapat berubah-ubah).
Kesembilan, ba’
adalah huruf sempurna pada sifat dzatnya, dapat ditempelkan dan dapat digabung.
Huruf
ba’ memiliki martabat irsyad dan
sebagai dalil atas tauhid.
Kesepuluh, ba’
adalah huruf syafawi yang didahului oleh bibir yang tidak didahului oleh
selainnya dari huruf-huruf syafawi. Oleh karena itu jawaban dari manusia ketika
ditanya, A lastu bi rabbikum dengan ba’
yakni bala’. Ternyata ba’ merupakan huruf pertama yang
dikatakan oleh manusia dan dibukakan mulut mereka karenanya. Lalu Dia
memilihnya dan mengangkat kadarnya dan menampakkan kejelasan dan menjadikakknya
sebagai kunci kitab-Nya dan tempat memulai percakapan dan khitab-Nya Ta’ala.
Demikianlah dikemukakan dalam at-Ta’wilatun Najmiyyah.
Nama
Allah pantas untuk disebutkan Dzat-Nya atau dengan I’tibar (deskripsi)
sifat-Nya dari sidat-Nya yang salabiah seperti sifat qudus. Atau yang
tsubutiyah,seperti ‘alim, atau dengan I’tibar (deskripsi) pekerjaan dari
pekerjaan-pekerjaan-Nya seperti Pencipta, yang di kemukakan dalam Syarhul Masyariq buah karya Ibnu Malik.
Kemudian dipilihkan bahwa kalimah Allah adalah isim a’zham. Ada yang berkata :
“Jika berdo’a kepada Allah dengan isim a’zham, maka Dia akan mengabulkan. Dan
jika meminta, Dia akan memberi. Kita pun harus berdo’a dan meminta dengannya
(isim a’zham). Agar do’a kita diijabah hendaklah dipenuhi syarat-syarat berikut
ini :
Pertama : Pembersihan batin dan memakan
makanan halal, telah dikatan :
Du’a adalah kunci langit dan gigi-giginya adalah makanan yang halal.
(al-Hadits)
Kedua : Keikhlasan dan kehadiran kalbu,
seperti firman Allah Ta’ala :
فَٱدۡعُواْ
ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ...............
Maka berdo’alah kepada Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya… (Q.S.
40 Ghafir : 14)
Bergeraknya
lidah dan bersuaranya mulut tanpa kehadiran kalbu, tak mempunyai arti apa-apa.
Apabila disertai kehadiran kalbu, Allah swt. Akan menolongnya.
Ar-rahman (Yang Maha Pengasih). Karena
rahmat-Nya, tidak bertambah rizki orang yang bertaqwa, dan tidak berkurang
rizki orang yang berdosa karena kedurhakaannya, malahan Dia memberi rizki
menurut yang Dia kehendaki.
Ar-rahimi (Yang Maha Penyayang). Yang Maha
Penyayang, apabila diminta akan memberi. Dan jika tidak dipinta, Dia marah.
Sedangkan Bani Adam, ketika diminta, Dia marah. Ketahuilah bahwa rahmat adalah
sifat dzat, dan yang dimaksud dengannya adalah menyampaikan kebaikan dan
menolak keburukan. Iradah juga sifat dzat, dan karena iradat-Nya, Allah
menciptakan maujudat. Ketika Dia menciptakan makhluk, kita tahu bahwa
rahmat-Nya merupakan sifat dzatiah, karena penciptaan merupakan penyampaian
kebaikan wujud kepada makhluk dan penolakan keburukan ‘adam (ketidak-adaan)
dari mereka.
Syaikh
Qaishiri berkata : “Ketahuilah bawah rahmat adalah sifat dari sifat Ilahiyah
yang hakikatnya satu, tetapi terbagi dengan dzatiyah dan sifatiyah. Allah
menunjukkan nama-nama dzat dan nama-nama sifat, umum dan khusus sehingga
menjadi empat, dan bercabang menjadi kelompok seratus rahmat. Mengenai ini
Rasulullah saw. Telah memberi isyarat dengan sabdanya :
Allah mempunyai seratus rahmat yang
dia berikan satu untuk penduduk dunia seluruhnya dan dia menahan yang 99 lagi
untuuk diakhirat yang menunjukkan sifat sifat Penyayang dengan yang 99 ini
kepada para hamba-Nya (al-Hadist).
Dalam sebuah hadist disebutkan :
Tidak ditolak, do’a yang dimulai
dengan Bismillahirrahmanir Rahim (al-hadist)
Telah
menyebutkan, syaikh Ahmad al-Buni dalam Lathaiful
Isyarah, bahwa pohon wujud bercabang dari Bismillahir rahmanir Rahim. Dan bahwa semua alam berdiri dengannya
ketika bersatu dan berpisah. Oleh karena itu, siapa yang membanyakkan
menyebutnya, Dia memberi kehebatan di sisi alam tinggi dan rendah. Allah Ta’ala
berfirman :
Hai Israfil, demi keperkasaan-Ku,
demi kemuliaan-Ku, demi kedermawanan-Ku, demi kelmuliaan-Ku, siapa yang membaca
Bismillahir rahmanir Rahim, yang bersambung dengan Fatihatul Kitab, satu kali,
saksikanlah oleh kalian bahwa Aku telah mengampuninya dan Aku telah menerima
kebaikannya dan AKu telah melewatkan darinya dosanya dan Aku tidak membakar
lidahnya de ngan api neraka dan aku menjauhkannya dari siksa kubur dan siksa
neraka dan siksa hari kiamat dan dari ketakutan besar dan dia akan berjumpa
dengan-Ku sebelum para Nabi dan Wali semuanya. (Hadist Qudsi).
Comments
Post a Comment