... DUSTA ...
Ketahuilah bahwa DUSTA merupakan dosa yang paling jelek,
aib yang paling buruk dan pangkal segala kemaksiatan yang dapat mengotori hati.
Dusta juga merupakan akhlak yang paling dibenci. Dusta meletakkan iman di sisi,
yakni iman berada di sisi yang satu dan dusta di sisi yang lainnya secara
berhadapan. Ini adalah arti kiasan untuk menggambarkan betapa jauh jarak antara
dari keduanya.
Dalam Hadits dikatakan:
Mengapa aku melihat kalian berdesak-desakan
dalam dusta, niscaya akan berdesak-desakan pula dalam dasar neraka. Setiap dusta
akan ditulis sebagai dusta, tidak dapat mengelak, kecuali bagi orang-orang yang
berdusta dalam peperangan, karena perang itu tipu daya. Atau berdusta untuk
mendamaikan dua orang yang bertengkar. Atau berkata kepada istrinya supaya senang.
(al-Hadits)
Misalnya dikatakan: “Bagiku tidak
ada yang paling kucintai kecuali engkau.” Demikian pula perkataan dari pihak
perempuan kepada laki-laki. Ketiga jenis dusta ini boleh dilakukan karena
merupakan pengecualian, maksudnya dusta untuk kebaikan dirinya atau orang lain.
Namun dalam hal ini berdusta untuk kepentingan orang lain dapat ditolerir. Adapun
dusta untuk kepentingan sendiri, maka kejujuran lebih utama meskipun berakibat
buruk.
Ketahuilah! Yang dimaksud
dengan dusta yang hakiki adalah dusta dalam peribadahan dan dalam pelaksanaan
hak–hak ketuhanan, seperti yang dilakukan orang-orang munafik atau yang
sebangsa mereka. Tidaklah dibenarkan
mengikuti pendusta secara mutlak, karena mereka menyeret kepada kebinasaan
dan perceraian dari Raja di Raja (ALLAH).
Al-Qasyani berkata: “ Dalam hati
mereka ada hijab syetan dan juga ada yang berupa sifat-sifat manusia yang
menyimpang dari sifat-sifat keadilan yang baik.”
Dalam at-Ta’wilat an-Najmiyyah dikatakan: “ Dalam hati mereka ada
penyakit” yaitu adanya perhatian kepada selain Allah. “ Semoga Allah menambah
penyakit mereka” yakni penyakit perhatiannya itu ditambahkan kepada penyakit
tipuan yang sudah dimilikinya. Haram bagi mereka sampai dan berhubungan dengan
Allah. “ Dan bagi mereka siksa yang pedih” karena tidak sampai dan berhubungan
dengan –Nya. Disebabkan mereka selalu berdusta. Yaitu dengan mengatakan: “ Kami
beriman kepada Allah”, padahal mereka tidaklah beriman secara hakiki. Karena iman
yang hakiki itu merupakan cahaya, yang apabila masuk kedalam hati, akan
tampaklah hakikat iman itu dalam diri si Mu’min. sebagaimana hal itu terjadi
kepada Haritsah, tatkala ditanya oleh Rasulullah.
“ Bagaimana keadaanmu pagi ini
hai Haritsah?” Haritsah menjawab: “Dipagi ini aku beriaman dengan sesungguhnya.”
Nabi bersabda: “ Hai Haritsah, segala sesuatu ada hakikatnya, apa hakikat
imanmu?”
Haritsah menjawab: “Aku berpaling
dari dunia, yakni aku zuhud. Di malam hari aku shalat dan di siang hari aku
shaum. Bagiku, emas dan batu dunia itu sama. Seolah-olah aku melihat penduduk surge
saling mengunjungi dan penduduk neraka pada tunduk. Dan seolah-olah aku melihat
Arasy Rabb-ku dengan jelas.”
Nabi saw. bersabda: “Engkau
benar! Tetaplah demikian.”
Comments
Post a Comment